Para peneliti pun mengamati perilaku rayap apabila diserang dengan menggunakan cairan kimia. Hasilnya menunjukkan bahwa rayap akan menyebar karena sang rayap prajurit akan membunyikan alarm dengan membenturkan kepalanya ke terowongan tanah apabila meraskan ada bau bahan kimia atau gangguan terhadap aktivitas koloni rayap.
Maka diciptakanlah metode umpan yang mengandung racun reaksi lambat (slow acting) dengan menggunakan media tissue yang berutujuan agar umpan mudah dicerna dan terdistribusi ke seluruh koloni melalui prilaku saling suap (tropalaxis) antar rayap dan akhirnya meracuni seluruh koloni.
Racun yang digunakan bersifat IGR (insect growth regulator) yang berfungsi mencegah pembentukan kulit baru pada rayap pekerja. Karena berdasarkan penelitian, rayap pekerja melakukan proses moulting (ganti kulit) tiap 6 – 8 minggu sekali untuk mengakomodasi membesarnya ukuran tubuh mereka karena mereka merupakan hewan bertulang luar (eksoskeleton), sehingga apabila mereka bertumbuh harus memecahkan lapisan kulit lama untuk membentuk lapisan kulit baru. Racun yang digunakan dalam teknologi ini sangat aman bagi manusia maupun hewan peliharaan, bahkan lebih aman dari garam dapur.
Pada dekade 2000-an para peneliti telah menemukan umpan dalam bentuk bubur kayu (alfa celulose) yang telah terbukti lebih disukai oleh rayap dibanding kayu maupun bahan-bahan lainnya termasuk tissue.